Selasa, 09 April 2013

SneX Di Stadion Kota Batik


SneX Tour K ediri


Tokoh Phatomime

 

 TOKOH PHANTOMIME

 

Jemek Supardi, Manusia Tanpa Kata


IA lahir dari kelam. Sekitar tiga puluh tahun lalu, Pardi Kampret, yang kini dikenal dengan nama Jemek Supardi, tumbuh di tengah keributan terminal Prawirotaman, Yogyakarta, terminal utama Kota Gudeg saat itu. Malamnya adalah temaram lampu Stasiun Tugu. Siangnya adalah keringat tukang parkir di sepanjang Jalan Malioboro.
Lelaki kurus, berambut gondrong dengan jidat membotak itu mengakrabi kawasan kelam kotanya. Seperti penghuni lain dunia itu, dia hidup dengan mencopet di Sekatenan, mencuri perhiasan mayat, judi cliwik, main kartu, dan bergaul dengan pelacur di rel kereta api.

Karena kehidupan demikian, lelaki kelahiran Pakem, Sleman, Yogyakarta, 4 Maret 1953 itu hanya sempat tamat SMP setelah tujuh kali ganti sekolah, lulus SD setelah tak naik kelas tiga kali, dan tiga bulan mengecap Jurusan Seni Lukis Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia. Namun, jalan hidupnya berubah ketika dia mengenal kesenian.

Terang Teater
Pertengahan 1970-an, Yogya adalah kota seni yang dinamis. Malioboro dipenuhi seniman berambut gondrong dan urakan. Di situlah orang-orang seperti Presiden Malioboro Ashadi Siregar, Landung Simatupang, Rendra, Emha Ainun Najib, Adi Kurdi, dan Linus Suryadi Agustinus nongkrong. Jemek heran melihat mereka dan curiga mereka sama seperti dia, bajingan berbahaya yang harus diwaspadai. Tapi setelah tahu mereka seniman--sebagian dari Bengkel Teater Rendra--Jemek muda mulai tertarik.

Sikap seniman yang egaliter dan terbuka terhadap orang pinggiran menjadi ruang baru bagi Jemek. Teater kemudian mulai digelutinya dengan bergabung di sejumlah kelompok, seperti Teater Alam, Teater Dinasty, dan Teater Boneka. Namun, Jemek bukanlah seniman yang kuat menghapal. Teater yang bersandar pada dialog tidak cocok untuknya. Dia paling-paling kebagian figuran yang tak perlu dialog. Namun, dari sinilah dia mengembangkan seni peran yang belakangan diketahuinya sebagai pantomim. Dia pun rajin menonton pentas pantomim dari luar negeri yang pentas di sana, termasuk empu pantomim Prancis, Marcel Marceau, yang dikaguminya.

Pergaulan dan diskusinya dengan para seniman telah menggemburkan tanah kesenian di batinnya. "Lingkungan ini seakan-akan merestui dia berkarya," kata Edi Haryono, pimpinan Bela Studio dan anggota Bengkel Teater Rendra yang masa itu kamar kostnya rajin disinggahi Jemek. Dari sekadar berpantomim pendek mengisi beberapa acara, akhirnya Jemek pentas tunggal pada 1979 di Seni Sono, Yogya. Lalu puluhan karya lahir dan pantomim menjadi nadi hidupnya.

SENI KEHIDUPAN
Biografi kehidupannya itu lalu diringkasnya dalam sebuah pentas pantomim Teman Makan Teman yang menjadi bagian pergelaran "50 Tahun Jemek Supardi, Berkesenian Tanpa Kata" oleh Jemek dan MiM teater di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, 5-6 Maret. Tiga orang pemain termasuk Jemek kompak menyampaikan biografi itu dengan gerakan-gerakan dinamis dan lucu serta iringan musik yang cukup keras. "Ini menggambarkan berbagai macam sisi kehidupan saya, tidak hanya yang baik tapi juga tidak baiknya," kata Jemek.

Selain nomor itu, selama dua jam Jemek mementaskan lima karya lain, Halusinasi Seorang Pelukis, Selamat Datang Jakarta, Dokter Bedah, Tukang Cukur dan Kesaksian Udin. Ia didukung tiga pemain pantomim Broto, Asita, dan Win Mukti serta peran pembantu Keken, Kuncoro JP dan Guntur Songgolangit.

Hendro Suseno, penanggung jawab pagelaran itu, mengatakan Jemek memiliki berbagai sisi unik. Masa lalunya yang keras dan kelam tidak mematikan kreativitasnya, tapi justru sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan karya-karya kreatif yang lekat dengan pengalaman pribadinya. Halusinasi Seorang Pelukis, misalnya, diilhami kehidupan isterinya, pelukis Freda Mairayanti. Di situ Jemek berperan sebagai pelukis yang menggambar seorang penari dan berkhayal penari itu benar-benar ada. Tema ini tampaknya semacam variasi dari karyanya terdahulu, Pelukis Yang Terjebak Imajinasinya (1995).

Sedangkan Kesaksian Udin merupakan karya lama dari Trilogi Kekuasaan-nya (dua lainnya, Pisowanan dan Kotak-kotak) yang pernah ditampilkan pada 1997 di Solo dan Yogya. Kesaksian Udin merupakan rekaman pantomim tentang Udin, wartawan Yogya yang kematiannya masih misterius hingga kini. Pada 1997 pula Dokter Bedah dipentaskan. Pada pentas peringatan 50 tahunnya, dengan sedikit pembaharuan, karya itu mengisahkan dokter yang membedah pasien dengan gergaji dan menemukan kabel, telepon genggam, jam weker, dan bom di dalamnya.

Pantomim Jemek sering sensasional. Dia misalkan berpantomim di tempat tak lazim, di jalan, kuburan, kereta api, dan Rumah Sakit Jiwa Magelang. Dia juga membuat heboh ketika pantomim tak disertakan dalam agenda Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 1997. Lantas, dengan pakaian pantomim--kaos hitam-hitam dan muka putih--dia berangkat dari rumahnya di Jl. Katamso dan naik becak ke Pasar Seni FKY. Tapi, satuan petugas keamanan di Benteng Vredeburg mencegat dan menggelandangnya. Dia lalu menggelar pantomim Pak Jemek Pamit Pensiun di sepanjang Malioboro. Jalan itu pun macet total.
Dia juga pernah berpantomim sepanjang Yogyakarta-Jakarta bolak-balik naik kereta api. Saat maraknya aksi mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur, Jemek menggelar aksi diam dari Yogya hingga Jakarta.

Jemek jadi buah bibir ketika menggelar Bedah Bumi (1998). Di pentas itu dia "mati" dan "dikubur" di Makam Kintelan tempat para Pahlawan Revolusi dimakamkan. Jemek menyewa 10 tukang becak untuk membawa 10 peti mati, satu peti berisi dirinya. Di makam, peti-peti diturunkan dan seorang rois membacakan doa orang mati. Lalu Jemek muncul dari peti, melepas kostumnya hingga tinggal berkain putih, lalu berkeliling makam, bertanya pada nisan-nisan di mana liang kuburnya.

Bagi Jemek, aksinya di luar ruangan itu karena keprihatinannya terhadap pantomim yang masih dipandang sebelah mata. "Itu cara saya mempopulerkan pantomim sebagai kesenian menarik dan bisa bicara tentang apa saja termasuk realitas sosial dan politik," kata Jemek yang kini rambutnya bagian depan dipangkas habis hingga mirip pemeran film silat dari Cina, Jet Lee.

Namun, pantomim macam apa yang dilakoninya? Edi Haryono menilai pantomim Jemek berbeda dari pengertian Barat. "Dia berangkat dari alamiah, naluriah, bukan persentuhan dengan teknik," kata Edi. Baginya, pantomim Jemek mirip dengan seni tradisi mbarang yang dulu pernah hidup di kampung-kampung Jawa Tengah.
Yang patut dikagumi dari Jemek adalah kekonsistennya dalam berpantomim. "Saya suprise, karena kesenian baginya bukan soal coba-coba tapi hidup itu sendiri," kata Edi.

SARERE - by jemek supardi

Kamis, 07 Maret 2013

CHEAT GUITAR HERO PS 2

Gitar udara
segitiga, segitiga, X, kotak, segitiga, X

Penonton berkepala mata
X, kotak, segitiga, kotak, segitiga, kotak, X




Penonton berkepala monyet
kotak, X, segitiga, segitiga, kotak, X, segitiga, segitiga

Penonton berkepala api
kotak, segitiga, kotak, kotak, segitiga, kotak, segitiga, segitiga

Penonton berkepala kuda
X, kotak, kotak, X, kotak, kotak, X, kotak, kotak, X

Hiper speed
kotak, X, kotak, segitiga, kotak, X, kotak, segitiga

Dewa gitar
segitiga, segitiga, X, segitiga, segitiga, kotak, segitiga, segitiga

Membuka semuanya
X, segitiga, kotak, bulat, kotak, segitiga, bulat, segitiga, bulat, segitiga, bulat, segitiga, bulat, segitiga

Kepala Api Main Gitar : segitiga, kotak, kotak, segitiga, segitiga, kotak ,kotak.
Berulangkali.

Sekian dulu mengenai Cheat Codes Guitar Hero 2 PS2 Lengkap Bahasa Indonesiasemoga bermanfaat untuk anda.

CHEAT WE PES 2



-LEMPARAN JAUH-
"saat lemparan kedalam" Tahan (L2+R2) Atas, Atas, Kotak, Segitiga, O
-WASIT SABAR-
"saat loading kick off"
R2, R1, L2, L1, Select

-SUPORTER LEBIH BANYAK-
"saat loading kick off"
Atas, Atas, Atas, R1, R1, L2,
Segitiga, O, O, O

-MENAMBAH VITALITAS-
"saat loading formasi"
Select (3x), Kotak, Kotak, X, R2,
R1, L2, L1, Segitiga, O, Kotak, X

-SEMANGAT TINGGI-
"saat loading kick off"
L2, L1, Kotak, Kotak, Segitiga,
Segitiga, O, O

-DRIBLING CEPAT-
"saat dribling/menggiring bola"
O, Kotak, X, R1, R2, L2, O, O,
X
-TENDANGAN KERAS-
"saat bola mati/free kick"
Kotak (5x), O, Kotak, O, Kotak,
O, Kotak, O, O

-SEMBUH DARI CIDERA-
"saat pemain cidera"
Tahan (L2+L1), Segitiga, O,
Segitiga, O, Segitiga

-AKURASI PLUS-
"saat loading formasi"
Kotak, Atas, Kotak, Atas, Kotak,
Atas, Kotak, Atas

-TACKLING MAUT-
"saat bola mati"
Select, Atas, O, Atas, O

-WASIT BUTA-
"saat loading kick off"
Kiri, Kotak, Kanan, Kiri, Kotak,
Kanan, Kiri, Kotak, Kanan

-PENJAGA GAWANG LEMAH-
"saat loading kick off"
Tahan (Select), L1, Kiri (4x),
Segitiga, Segitiga

-BOLA BERAT-
"saat bola mati"
Tahan (Select), Atas, Bawah,
Kotak, Kotak, O, Atas, Atas

-HEADING KUAT-
"saat tendangan penjuru"
Kotak, Atas, (Select+Segitiga),
Kotak, Kotak, Segitiga

-TENDANGAN GLEDEG-
"saat dribling/menggiring bola"
Tahan (R2), Kotak, Kotak,
Kotak, Atas, Atas, R1, L1, Kotak,
Kotak

-PENJAGA GAWANG CETAK GOL-
"ganti penendang (kiper)"
Kotak, Atas, saat bola tepat pd kaki pencet X atau segitiga

Rabu, 06 Maret 2013

Arti Kata SNEX (SEmarang EXtreme)


Filosofi, makna dan arti dari Logo SneX


Tiga tahun lebih SneX berdiri dengan jumlah anggota mencapai ribuan orang. Tetapi berapakah orang yang tahu akan filosofi, makna serta arti dari Logo SneX, kami yakin hanya segelintir orang yang tahu bahkan bagi pengurus pusat sekalipun. Disadari hal tersebut memang salah satu kendala di dalam SneX yaitu sosialisasi karena memang keterbatasan media yang tersedia. Kami dari Snex Cyber Community (SECC) ingin berpartisipasi memperkenalkan SneX, salah satunya adalah dengan memberikan informasi tentang filosofi, makna dan arti dari Logo SneX. Yang menurut kami bila para snexers mengetahui, memahami, serta menjalankan hal tersebut tentunya mereka akan menjadi snexers sejati. Karena Logo SneX bukan sekedar asal keren, asal gaya atau asal dibuat tetapi mengandung makna dan arti mendalam yang merupakan semangat dan cita-cita Semarang Suporter Extreme. Tak banyak kata….inilah Logo SneX :
WARNA BIRU : Adalah warna perdamaian, keteduhan, dan persahabatan yang harus di miliki setiap anggota SneX agar selalu menampilkan sisi-sisi kemanusiaan yang selalu mengedepankan akal sehat dan hati yang tulus.


WARNA MERAH : Adalah melambangkan keberanian dan daya juang serta ketangguhan dalam men-support PSIS baik di kala menang, dan kalah dengan dada terbuka, dan siap membela kehormatan Semarang untuk terus maju secara “EXTREME”/Militan (hal-hal yang positif).

WARNA HITAM : Adalah warna yang melambangkan kekuatan arus bawah yang sangat kental dalam SneX yaitu wadah yang menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan persahabatan serta mengedepankan aspirasi seluruh anggota tanpa membeda-bedakan satu dengan yg lain

WARNA PUTIH : Adalah warna kesucian dan kebeningan setiap anggota SneX artinya bahwa dalam menjalankankan aksinya (baca : mensupport PSIS di kandang atau tandang), selalu dengan ketulusan, menjunjung tinggi moral dan tidak memancing kekeruhan atau pergesekan dengan suporter lain (daerah lain) ataupun dari Semarang sendiri.

Jenis Huruf yang dipakai dan artinya :

HURUF S : Dengan motif bulat-bulat, artinya sepakbola dalam hal ini PSIS Semarang merupakan kebangganggan dan ikon kota Semarang yang harkat dan martabat dipertaruhkan di lapangan, dengan harapan kemenangan selalu menyertai.
HURUF e & n : Dengan menggunakan huruf kecil, bahwa SNEX memperhatikan orang-orang kecil dengan tidak menggurui ataupun mempermainkan, tetapi memperhatikan dengan baik dan mengolahkan menjadi partner yang baik.

HURUF X : Dengan kondisi huruf yang besar dan kuat, artinya baik anggota SneX sekuat batu dan setegar karang, dalam menghadapi setiap kondisi terburukpun tetap membela dan menjungjung tinggi nama PSIS Semarang

CATATAN KHUSUS :
Antara huruf -- n & e -- ada gambar Tugu Muda kebanggaan Kota Semarang (Tugu Muda melambangkan perjuangan dan heroisme warga Semarang dalam pertempuran 5 hari melawan tentang Jepang). Juga sebagai wujud rasa cinta, semangat heroisme dan kebanggaan kami kepada kota Semarang dan PSIS.

SARERE
(SAlam REwo-REwo)                         SNEX HELLBOY

Rabu, 27 Februari 2013

Mahesa Jenar: Jagoan Tanah Jawa – Antara Tokoh Fiktif atau Fak


Sebuah tim sepakbola di daerah Jawa Tengah, tepatnya di Semarang yang bernama PSIS Semarang, mempunyai julukan Laskar Mahesa Jenar. Sementara di Solo, sebuah stadion sepakbola diberi nama Stadion Manahan. Di sebuah tempat di lereng Gunung Merapi dipercaya sebagai tempat bertemunya tiga tokoh, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga (Ki Ageng Pengging – ayah Joko Tingkir), dan seorang prajurit Demak bernama Rangga Tohjaya.
Dalam sebuah cerita silat populer yang berjudul Nagasasra dan Sabuk Inten, karangan S.H Mintardja, Mahesa Jenar menjadi tokoh utamanya. Dalam cerita tersebut, Mahesa Jenar merupakan murid Pangeran Handayaningrat, bersama-sama dengan Kebo Kanigara dan Kebo Kenanga. Kemudian dalam cerita yang berseting pada masa keemasan Kerajaan Demak ini, Mahesa Jenar mengabdikan diri sebagai prajurit di Demak. Sebagai prajurit ia berjasa dalam mengamankan dua keris pusaka, Keris Nagasasra dan Sabuk Inten yang dicuri oleh penjahat terkenal bernama Lawa Ijo dari Alas Mentaok (Kotagede). Atas jasa itu ia memperoleh gelar keprajuritan dengan sebutan Rangga Tohjaya. Pada suatu kali ia berkelana, dan menggunakan nama Manahan.
Itulah sekilas mengenai kisah seorang tokoh bernama Mahesa Jenar, yang selama beberapa waktu menjadi topik yang cukup hangat mengenai keberadaannya, yang oleh beberapa kalangan merupakan tokoh nyata yang benar-benar hidup di masa lalu, sementara oleh kelompok lain, Mahesa Jenar hanyalah tokoh murni karangan belaka.
Sebenarnya, apa yang menjadikan tokoh ini sangat terkenal sekaligus kontroversial adalah tidak terlepas dari pengarang, yaitu S.H Mintardja, yang dengan piawai meramu peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, dan tempat-tempat yang benar-benar ada, dengan peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, dan tempat-tempat fiksi menjadi sebuah jalan cerita yang utuh. Pada saat itu, di Jawa agama Islam sedang berkembang, dan salah satu yang paling dikenang pada saat itu adalah konflik antara Wali Songo dan Syeh Siti Jenar. Cerdiknya, S.H Mintardja tidak mengambil tema itu sebagai kisah utama (karena S.H Mintardja adalah non-muslim, sehingga ia mengetahui keterbatasannya jika ia menggunakan tema itu), tapi mengambil tema lain sebagai permasalahan utama, yaitu tentang dua keris pusaka Tanah Jawa. S.H Mintardja mengetahui benar bahwa konon kerajaan di Jawa harus mempunyai dua keris itu jika ingin kerajaannya maju.
Dua keris tersebut (benar-benar ada, sekarang tersimpan di Kraton Surakarta), merupakan sipat kandel (pusaka) bagi siapapun yang ingin menjadi raja di Tanah Jawa, ditambah satu buah keris bernama Keris Kiai Sangkelat (juga benar-benar ada, dibuat pada masa Kerajaan Majapahit). Maka dibuatlah tema dengan keris-keris tersebut sebagai pusat permasalahan.
Yang membuat cerita ini sangat populer adalah karakteristik sang tokoh utama, Mahesa Jenar, yang benar-benar menggambarkan sosok manusia Jawa tulen. Ia tak tergoda dengan gemerlap kraton, dan memilih keluar dari Kraton Demak, dan berkelana. Ia benar-benar sosok manusia tanpa pamrih, dan lebih suka mengalah meskipun ilmu silatnya cukup tinggi. Pendiriannya teguh, tak mudah berubah jika telah menyinggung tentang kebenaran. Ia akan membela tanpa rasa takut. Namun sebagai seorang manusia, khususnya sebagai laki-laki, ia tak bisa berbuat banyak di hadapan seorang wanita, bahkan cenderung sangat menghargai wanita. Hal itulah yang membuat Mahesa Jenar sangat populer di kalangan masyarakat.
Selain itu, tokoh-tokoh yang ada di cerita ini sangat kontras antara tokoh baik dan tokoh jahat. Lawa Ijo, Sima Rodra, Pasingsingan, Jaka Soka, merupakan beberapa tokoh jahat. Sementara Mahesa Jenar, Ki Ageng Pandan Alas, Ki Ageng Sora Dipayana adalah beberapa tokoh baik.
Inilah beberapa tokoh yang benar-benar ada di masa lalu yang mengambil peran di kisah ini: Pangeran Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh – kakek Jaka Tingkir), Kebo Kanigara (putra pertama Pangeran Handayaningrat yang menjadi pertapa), Kebo Kenanga (Ki Ageng Pengging – murid Syeh Siti Jenar dan ayah Jaka Tingkir), Ki Ageng Sela, Ki Ageng Ngenis, Sultan Trenggana (Sultan Demak), Pangeran Timur, Sambernyawa, Sunan Prawata, dan Jaka Tingkir.
Sementara tokoh-tokoh fiksi adalah: Mahesa Jenar, Lawa Ijo, Jaka Soka, Nagapasa, Pasingsingan, Radite, Anggara, Arya Salaka, Ki Ageng Gajah Sora, Ki Ageng Lembu Sora, Rara Wilis, Mantingan, dll.
Terlepas dari perdebatan antara fiksi atau fakta, tokoh Mahesa Jenar ini telah menjelma menjadi sosok impian masyarakat Jawa, yang benar-benar berjuang tanpa pamrih, lebih memilih menyingkir dan tidak dikenal daripada berdiam di Kraton Demak dengan segala gemerlapnya. Kisah fenomenal ini bahkan telah mempunyai soundtrack-nya sendiri, yang diyanyikan oleh maestro keroncong, Waldjinah, dengan judul Mahesa Jenar.
Lirik lagu tersebut sangat menggambarkan sosok Mahesa Jenar yang berjuang tanpa pamrih mencari pusaka kerajaan yang menghilang. Inilah lirik lagu yang berjudul Mahesa Jenar:
Kaloking ra pilih tanding                                (Tersebutlah satriya pilih tanding)
Mahesa Jenar satriya ing Pengging                (Mahesa Jenar ksatria dari Pengging)
Satriya didya lelana ngupaya                          (Ksatria yang berkelana mencari)
Sabuk Inten Nagasasra                                   (Sabuk Intend an Nagasasra)
Tansah marbrengga bebaya               (Selalu menempuh bahaya)
Mahesa Jenar bekti ing Negara          (Mahesa Jenar berbakti pada negara)
Mandhap jurang nasak wana wasa    (Menuruni jurang menembus hutan)
Kayungyun hyuwananing rasa           (……………………..)
Para kang ambeg angkara                             (Orang-orang yang jahat)
Memalangi, sedya utama                                (Selalu menghalanginya)
Nanging pinesthi lebur musna                        (Akan tetapi selalu kalah)
Ketiban aji Sasra Birawa                                (Karena ajian Sasra Birawa)
Nora pamrih kalenggahan                  (Tak menginginkan kedudukan)
Mahesa Jenar wani kataniris              (Mahesa Jenar hidup prihatin)
Ngronce atining asmara kalawan       (Menemukan tambatan hatinya kepada)
Wong ayu Dyah Rara Wilis                 (Gadis manis bernama Dyah Rara Wilis)

SARERE
SAlam REwo-REwo